Bunga Nikita Saragih (tengah) bersama ibunya R br Siregar (kiri) saat mendapat kunjungan dari Guru BP SMK Sultan Iskandar Muda, Masita, di rumahnya, Kelurahan Kampung Lalang, Rabu (24/6). |
Tak ada gempa bumi di Medan siang itu (24/6), namun getaran di ruang tamu rumah berukuran 5 x 4 meter itu sangat dirasakan orang-orang yang sedang berbincang di ruangan itu. Goncangan itu reda seiring berlalunya suara gemuruh akibat bertemunya roda-roda besi yang membawa sejumlah gerbong kereta api dengan rel besi yang melesat menuju ke arah Binjai.
"Seperti ada gempa saja,"
ujar Masita (32), setengah gugup. Sementara Bunga Nikita Saragih (16) dan
ibunya R. Boru Siregar hanya tersenyum simpul, 2 orang adik perempuan Bunga
yang berusia 3 dan 4 tahun, bahkan tetap asyik berlari-lari di ruangan tamu
merangkap kamar tidur itu. Kedua balita itu seolah sama sekali tak terganggu
oleh getaran dan suara gemuruh kereta api yang memekakkan telinga itu.
Padahal jarak rumah itu dengan rel
kereta api itu hanya tiga empat langkah kaki atau sekitar 1,5 meter. Rumah
orangtua Bunga memang menempati lahan miliki (milik) PT Kereta Api dan persis
berada di pinggir rel kereta api dekat Pajak (pasar) Kampung Lalang.
Hari itu, Bunga tengah mendapat
kunjungan Masita, guru mata pelajaran Akuntansi di SMK Sultan Iskandar Muda,
Medan Sunggal. Masita juga merangkap guru Bimbingan dan Konseling. Bunga adalah
salah seorang siswa kelas XI Jurusan Akuntansi di sekolah tersebut. Program
kunjungan ke siswa rutin dilakukan Masita 2 - 3 kali seminggu terutama setelah
masa pandemi Covid-19.
"Kita cari tahu masalah yang
dihadapi siswa dan orangtua siswa," ujar Masita.
Menurut Kepala SMK Sultan Iskandar
Muda, Ely Sorta, mayoritas siswa di sekolahnya berstatus sebagai siswa Program Anak
Asuh yayasan. Meski sudah bebas uang sekolah, tak berati mereka bebas dari
lilitan ekonomi lain. Maklum orangtua mereka bisa dibilang tergolong warga
miskin kota.
Saat terjadi pandemi covid-19, beban ekononi (ekonomi)
mereka makin bertambah berat. Saat awal-awal diberlakukan Sistem Pembelajaran
Jarak Jauh (SPJJ), tak semua siswa mengikuti. Setelah dilakukan observasi,
ditemukan data cukup mengejutkan.
Ditemukan ada sebanyak 17 siswa yang tak
punya ponsel, sebanyak 7 siswa harus pinjam ponsel ke teman atau tetangga agar bisa
mengikuti SPJJ. Lalu sebanyak 91 siswa kesulitan membeli kuota internet.
"Bunga salah satu siswa kami
yang tak punya handphone, jadi selama pembelajaran daring, ia harus ambil
materi ke sekolah. Untuk penyelesaian (menyelesaikan) tugas kami yang mengambil
ke rumahnya," tutur Masita. Kunjungan ke siswa juga sekaligus dimanfaatkan
untuk memberi motivasi juga bimbingan.
Jaga Anak dan Cuci Baju
Karena Bunga tak punya ponsel, Masita
terpaksa menelpon ke tetangga Bunga untuk membuat janji.
"Soalnya mulai pukul 03.00 -
12.00 siang, saya kerja jaga anak di rumah tetangga," tutur Bunga.
Ayahnya, sudah sejak pukul 20.00 pergi Pasar Kampung Lalang. Bersama beberapa
temannya, mereka menunggu truk pengangkut ikan laut sampai siang hari.
Truk-truk itu datang bergiliran dari
Belawan, Aceh, Sibolga maupun Tanjung
Balai. Ayahnya memang kuli bongkar muat ikan. Namun akibat cedera di punggung yang dideritanya, kerjanya
hanya mendorong galon ikan ke lapak-lapak pedagang. Ia dibayar Rp 70.000 untuk
2 hari kerja.
Ibunya sejak pagi juga sudah kerja cuci
setrika di tempat lain. Di rumah tinggal empat orang adiknya. Satu tak sekolah,
satu orang kelas VI SD, dan 2 orang
masih balita. Bunga sendiri mendapat upah Rp 20.000 per hari. Di tengah keterbatasan
ekonomi, sulung dari 5 bersaudara itu tak mau menyerah berjuang.
Sebagian upah itu ia kumpulkan untuk
beli baju seragam sekolah, untuk ongkos transportasi ke sekolah dan uang jajan adiknya.
Sebagian ia sisihkan ke celengan. Dalam setengah tahun ini, ia sudah
mengumpulkan sekitar Rp 500.000.
"Mau untuk beli ponsel?"
Ditanya begitu, Bunga tersenyum simpul.
"Masih kurang..," katanya.
Ingin Bisnis Rumah Makan
Menurut Masita, Bunga tergolong siswa
bermental baja. Ia tak segan melakoni kerja apa saja untuk membantu meringankan
beban ekonomi orangtuanya. Sebelum pandemi, ia juga pernah berjualan roti bakar
ke sekolah. Pernah juga bantu jualan bakso goreng milik temannya.
"Saat ada toke durian jualan di pinggir jalan, ia juga
tak malu-malu bantu mengikat durian yang sudah masak," tutur ibunya.
Setamat sekolah, Bunga bercita-cita ingin
bukan usaha rumah makan. Selama ini ia sudah berkali memasak variasi ikan laut
yang dibawa ayahnya dari pasar. Ikan pemberian para pedagang. Bersama ibunya,
ia juga kerap diupah tetangga mereka yang Kristen untuk menyiapkan
makan makan malam pada kegiatan partangiangan
(ibadah rumah tangga).
Semua itu menurut Bunga,
merupakan modal sebelum kelak terjun
berwiraswasta di bidang kuliner. Lalu darimana modalnya?
"Saya rencana kerja dulu, dari
situ nanti gaji saya sebagian ditabung," katanya.
Begitulah meski dihimpit berbagai
keterbatasan, Bunga Saragih tak pernah kehilangan semangat hidupnya untuk
merajut asa. Sebuah asa untuk meraih hidup yang lebih baik di masa depan.
(J Anto).
Bunga yang harum semangatnya!
BalasHapusEl Cajon Casino Hotel & Racetrack - Mapyro
BalasHapusMapyro, LLC is a real estate company that owns and 당진 출장샵 operates El Cajon Casino Hotel & 군포 출장마사지 Racetrack. View detailed profile data, contacts, website 평택 출장마사지 layout and 의왕 출장샵 phone 의왕 출장샵 numbers of