Di atas panggung Eka Tjandranegara (72), salah seorang pendiri Mulia Group, yang sering disebut 1 dari 7 orang terkaya di bisnis properti Indonesia, tak mampu menahan rasa harunya. Selaput bola matanya terlihat memerah, suaranya juga terdengar tersendat. Ia beberapa kali mengambil jeda untuk mengelola emosinya.
“Saya tidak beda dengan kalian, saya dulu juga anak asuh selama tiga tahun di sebuah SMA. Saya juga dari keluarga tidak mampu,” tutur Ketua Umum Perhimpunan Teo Chew Nusantara itu. Karena statusnya anak asuh, ia harus bantu-bantu di sekolah. Membersihkan dapur, lapangan sekolah dan membereskan dokumentasi. Itu kisah tahun 1963 saat ia mulai bersekolah di Jakarta.
Eka Tjandranegara adalah sulung dari 8 bersaudara. Ia lahir di Sanggau, Kalimantan Barat. Tahun 1963 ia merantau ke Jakarta karena permohonannya bersekolah di Jakarta diterima. Karena keluarganya tidak mampu, uang sekolahnya dibebaskan. Biaya makan sehari-hari di Jakarta juga ditanggung pihak sekolah. Eka Tjandranegara waktu itu tinggal di asrama milik sekolah. Saat ada waktu senggang, ia berjualan rokok ketengan di pinggir jalan. Ia juga membantu kerja di sebuah kedai nasi. Hasil usaha kecil-kecilan itu lumayan untuk memenuhi kebutuhan uang jajannya. Tak sadar, dari situ naluri bisnisnya mulai terasah.
Eka Tjandranegara mengemukakan hal itu saat memberi sambutan di depan ratusan anak asuh, para donatur anak asuh dan orangtua dari para anak asuh dalam acara Perayaan HUT ke- 30 Program Anak Asuh YP SIM dan peresmian Labooratorium Kewirausahaan di Perguruan Sultan Iskandar Muda, Jumat (27/4).
Program Anak Asuh di sekolah yang didirikan dr Sofyan Tan tahun 1985 adalah jawaban kongkrit dr. Sofyan Tan dalam usahanya mengatasi kesenjangan sosial. Anggota DPR RI ini meyakini, dengan bekal pendidikan yang berkualitas, anak-anak dari keluarga miskin akan mampu keluar dari kubang kemiskinan. Sejak diluncurkan 1988 hingga 2017, program anak asuh tersebut telah berhasil membantu sebanyak 3.611 anak asuh.
Laboratorium Kewirausahaan
Untuk memberdayakan para anak asuh, Sofyan Tan terus melakukan berbagai inovasi. Tahun ini, ia membuat laboratorium kewirausahaan. Bentuknya sebuah supermarket mini, tempat siswa, tak terkecuali siswa anak asuh, diajar dan belajar bisnis. Supermarket mini itu dikerjasamakan dengan usaha retail di Medan untuk pengadaan barangnya.
Peresmian supermarket mini yang diberi nama SIM Mart itu ditandai acara gunting pita oleh Eka Tjandranegara. Sejumlah pengurus Perhimpunan Teo Chew Nusantara ikut hadir, diantaranya Edy Sugianto, Ketua Dewan Penasehat abadi. Ada juga Ketua Yayasan Lautan Mulia Tansri Chandra dan Ketua Dewan Penasehat Yayasan Teo Chew Sumut Djoesianto Law. Dari donatur anak asuh terlhat juga Irwan Hartono Alam dan isteri serta Erlina Lily.
Eka Tjandranegara mengaku cemburu melihat keberadaan laboratorium kewirausahaan. Sekalipun sekarang ia sudah dikenal sebagai pengusaha properti sukses, pada masanya, ia mengaku tak pernah mendapat guru, juga tak pernah ada yang menuntun dalam berbisnis. Ia harus merintis bisnisnya secara berdikari. Karena itu ia mengapresiasi pendirian laboratorium kewirausahaan di Perguruan Sultan Iskandar Muda.
Laboratorium seperti ini menurutnya merupakan kekurangan yang ada di sekolah kita, terutama sekolah vokasional. Sofyan Tan dalam sambutannya mengamini hal tersebut. Tahun 2017, dari 7 juta pengangguran terbuka, lulusan sekolah vokasional menyumbang 1,7 juta.
Jangan Merasa Rendah Diri
Kepada para anak asuh, ia berpesan agar jangan merasa rendah diri karena kemiskinannya. Ia dulu juga berasal dari keluarga miskin, dan tergolong anak kurang gizi. Juga belum punya hoki saat itu.
“Tapi nasib kita semua Tuhan yang bantu atur, walau kita juga dituntut untuk belajar dan bekerja keras agar cita-cita kita tercapai,” kata pengusaha properti yang mendapat julukan pendekar di segi tiga emas karena berhasil membangun sejumlah proyek prestisius di sub sektor perkantoran di lokasi strategis segi tiga Sudirman, Thamrin dan Kuningan, Jakarta itu.
Ia memuji Nikson Simarmata, salah seorang anak asuh yang tahun ini diterima di UI. Walau ayanya hanya kuli bangunan dan ibunya petani kecil, Nikson Simarmata dalam testomoninya, bercita-cita ingin jadi menteri keuangan.
“Kita harus dukung cita-cita Nikson Simarmata yang ingin jadi menteri keuangan,bahkan bila perlu jadi presiden,” ujar Eka Tjsndranegara. Kuncinya agar cita-cita itu tercapai dan bisa membagiakan diri, orangtua dan orang lain, Nikson, juga anak asuh lain, harus rajin belajar, rajin bekerja sehingga Tuhan ikut membantu mengubah nasib seseorang.
Awalnya Tak Percaya
Tentang kunjungannya bersamavsejumlah pengurus Perhimpunan Teo Chew Nusantara itu sendiri, menurut Eka Tjandranegara berawal saat ia ditraktir semangkuk bakmie oleh Sofyan Tan. Saat itu Sofyan Tan bercerita tentang sekolah yang didirikan untuk membantu orang mihskin, sementara Sofyan Tan sendiri bukan orang kaya. Awalnya ia tak percaya cerita itu. Masa ada orang miskin bisa membantu orang miskin.
“Karena saya tidak percaya, makanya saya hadir di siekolah ini. Saya ajak juga kawan saya, partner bisnis saya untuk jadi saksi, jangan-jangan Pak Sofyan hanya omong doang. Ehh ternyata, ia tidak bohong,” tuturnya.
Acara perayaan HUT ke – 30 Program Anak Asuh YP SIM dan Peresmian SIM Mart dimeriahkan berbagai atraksi kesenian yang menampilkan keberagaman budaya yang ada di Indonesia, baca puisi dan parade berbagai pakaian daerah. Sebelum dilakukan acara gunting pita di lokasi SIM Mart, dr. Sofyan Tan ditemani Elinar, isterinya, Eka Tjandranegara, Edy Sugianto, Tansri Chandra, Djoesianto Law dan pengurus Perhimpunan Teo Chew lain melakukan pemotongan tumpeng. Setelah itu, dilanjutkan acara penguntingan pita tanda dibukanya SIM Mart. Eka Tjandranegara sempat berbelanja permen dan minuman di SIM Mart.
Posting Komentar
Bagaimana tanggapanmu ?.. yuk tulis disini...