Meski tidak terlalu luas, ia mengaku lega karena di ruangan tersebut juga disediakan tempat untuk wudlu. Saat hendak melaksanakan saat, di sebelahnya ia melihat orang yang tengah membaca Alkitab, ada juga muslim yang tengah salat sesuai tata cara aliran Syiah, sementara ia sendiri Sunni, bahkan ada juga orang Yahudi yang tengah membaca Taurat.
"Jika di negara kita, bersembahyang dalam ruang ibadah seperti ini diangap aneh," tuturnya. Namun justru di ruang ibadah bersama inilah, Gus Irfan seumur-umur merasakan nikmatnya salat dibanding saat ia melakukan salat di pesantren keluarganya di Cianjur, yang notabene bernuansa Islami. Usai salat, ia mengaku memperoleh rasa ketenangan luar biasa. Segala pergumulan hidup, ketegangan hidup, lenyap seketika.
Pengalaman religius lewat salat ini membuatnya bertanya-tanya, sekaligus mendorongnya untuk melakukan refleksi diri. Akhirnya ia menemukan sebuah jawaban sementara.
Salat Sebagai Kebutuhan
"Bukan salatnya yang salah. Tapi selama di Indonesia, saya melakukan salat lebih sebagai ritual peribadatan dan kebiasaan seorang muslim. Saya menjadikan salat bukan sebagai kebutuhan untuk berkomunikasi dengan Tuhan, tapi lebih sebagai kewajiban," ujarnya di depan kurang lebih 100 peserta Refleksi Bersama Sambut Bulan Puasa, di Auditorium Bung Karno, Yayasan Perguruan Sultan Iskandar Muda, Medan Sunggal, Selasa (22/3). Peserta kegiatan adalah siswa SMA dan SMK Sultan Iskandar Muda.
Hadir dalam kegiatan itu anggota Dewan Pembina YP Sultan Iskandar Muda, Felix Harjatanaya, M.Sc, J Anto, Sekretaris YP Sultan Iskandar Muda, dan Koordinator Program Multikultural, Ustaz Agus Rizal yang sekaligus bertindak sebagai moderator serta Kepala SMA Erisda Sinurat, S.Pd, dan Kepala SMK, Imelda Susanti, Sihite, M.Pd.
Acara refleksi dalam menyambut Bulan Ramadhan berlangsung dinamis. Banyak pertanyaan dilontarkan berhubungan dengan sholat dan puasa.
Tentang pengertian salat, Gus Irfan Sarhindi, yang merah magistrer Filsafat Pendidikan dari University College London tahhn 2017 itu mengatakan bahwa secara bahasa, salat adalah doa, yang secara harfiah berarti memanggil Allah Yang Maha Kuasa. Karena memanggil Allah yang maha kuasa, maka orang yang salat harus memangil dengan penuh penghayatan.
"Karena salat adalah kesempatan bagi kita untuk berkomunikasi dengan Allah. Kita memanggil-Nya untuk hadir di hati sehingga hati kita tidak lagi dipenuhi rasa khawatir, takut, sehingga kita mendapatkan ketenangan," ujarnya.
Salat Tempatnya Kebaikan
Pengasuh Pesantren Datul Falah generasi kelima ini, juga mengatakan bahwa salat adalah tempatnya kebaikan. "Maka kalau kita salat terus-menerus maka kita semestinya kita menjadi orang yang baik. Selesai salat kita tidak lagi membenci orang lain, memaafkan orang lain, tidak lagi melakukan buly atau berbohong, " ujarnya.
Gus Irfan juga menegaskan bahwa salat dimulai dari ber-takbirotul ihram, artinya umat mengakui akan menghadap Allah Yang Maha Lebih Besar. Karena itu di hadapan Allah Yang Maha Lebih Besar, umat harus menaklukkan kesombongan diri meski sehari-hari mungkin ia orang yang sangat kaya, atau seorang pejabat tinggi. Umat harus rendah hati.
"Setelah bertakbirotul ihram, kebebasan kita juga dibatasi dalam aturan salat, maka gerakan tubuh kita pun harus sesuai gerakan salat," katanya. Dengan kata lain, salat menurut Gus Irfan adalah wujud dari integritas diri atau wujud kontrol diri. Usai salat, umat menoleh ke kiri dan kanan sembari mengucapkan asalamualaikum warohmatulahwibawarokatuh.
"Itu artinya selesai salat kita harus menebarkan rasa damai kepada siapa saja," katanya. Saat menyinggung tentang ibadah puasa, Gus Irfan juga mengatakan bahwa puasa merupakan sarana umat untuk menahan diri agar tidak melakukan hal-hal yang tidak baik, juga mengucapkan kata-kata yang tidak baik. Kegiatan Refeleksi Bersama Sambut Bulan Puasa juga diadakan bersama para guru.
Posting Komentar
Bagaimana tanggapanmu ?.. yuk tulis disini...