Bencana pertama terjadi pada 2004, saat gempa bumi dan
tsunami menerjang Aceh dan Nias. Yusni dan suaminya, juga kedua orangtuanya,
tinggal di Banda Aceh. Sehari-hari pasangan suami isteri itu berdagang mie sop
dan bakso. Tsunami menjadi mimpi buruk bagi pasangan muda itu. Saat itu Yusni
tengah mengandung anak kedua. Ia dan putranya, Wahyudi selamat dari tsunami.
Tetapi suami, dan ayah Yusni, tersapu gelombang tsunami bersama lain. Hingga
sekarang, jenazah merek tak pernah ditemukan.
Karena rumah dan seluruh harta benda ludes disapu tsunami,
dibantu seorang pendeta, Yusni dan anaknya, pindah ke Medan. Sedang ibunya memilih
ke Jakarta, tinggal dengan salah seorang adik Yusni. Di Medan, Yusni tinggal di
sebuah rumah kontrakan di Perumahan Flamboyan, Kecamatan Tanjung Selamat, Medan
Tuntungan, hingga lahir anak kedua, yang diberi nama Putri Rezeki Utama.
1,5 Jam Terseret Arus Sungai
Di Medan, Yusni
berjualan sarapan pagi. Saat kehidupan ekonomi mulai kembali tertata,
pukul 24.00 WIB pada awal Desember 2020, banjir bandang menyapu perumahan
Flamboyan. Air bah menggenangi rumah 341 KK hingga ketinggian 2 meter. Sejumlah
warga perumahan terseret air bah dan terbawa arus air sungai Belawan tidak jauh
dari perumahan, salah satunya Yusni. Ia terseret arus air bah hingga sampai ke
Pantai Bokek. Sekitar 1,5 jam, ia harus berjuang dan bertahan melawan hawa
dingin air sungai dengan berpegangan pada sebatang kayu sawit dan botol aqua.
Ia menggigil, kegelapan dan sendirian. Tapi semangat Yusni untuk bertahan hidup
tak surut . Ia terus berteriak minta tolong.
Ia juga terus menerus memanggil-manggil nama Tuhan, meminta
pertolongan Sang Pencipta. Air sungai sudah tak terkira berapa liter masuk ke
perutnya.
"Akhirnya saya benar-benar selamat karena ditemukan tim
SAR," tutur Yusni didampingi Putri Rezeki Utama. Ibu dan anak itu ditemui
di depan Mesjid Al Syarifah, di kompleks
Sekolah Sultan Iskandar Muda, Kamis (15/10), usai mengikuti kegiatan
penandatanganan perjanjian sebagaii siswa Program Anak Asuh di Sekolah Sultan
Iskandar Muda, Medan Sunggal.
Pada tahun ajaran 2020/2021, Sekolah Sultan Iskandar Muda
menerima sebanyak 164 anak asuh baru mulai jenjang SD, SMP, SMA dan SMK dari
313 jumlah peserta yang mendaftar dan mengikuti seleksi. Acara dihadiri Ketua
Dewan Pembina Yayasan Perguruan Sultan Iskandar Muda, dr. Sofyan Tan, anggota
Dewan Pembina, Felix Iskandar Harjatanaya, B.Sc (hons), M.Sc, Ketua yayasan,
Finche Kosmanto, SE, M.Psi, dan Pimpinan Sekolah, Edy Jitro Sihombing, M.Pd dan para kepala
sekolah.
Bersyukur Bisa Diterima Sebagai Anak Asuh
"Saya sangat bersyukur Putri bisa diterima sebagai siswa Program Anak Asuh di Sekolah
Sultan Iskandar Muda. Terimakasih Pak Sofyan," ujar Yusni. Setelah banjir bandang, Yusni kini memang
tengah mulai menata kembali hidupnya. Untuk menopang kehidupan ekonomi sehari-hari
bagi kedua anaknya, ia membuat kue risol dan aneka bolu. Kue itu
ditititipkan ke sejumlah kedai di sekitar rumah kontrakkan
barunya di Gang Delima. Biaya kontrak rumahnya,
dibantu seorang karyawan DAAI TV. Selain bejualan kue, Yusni juga
mendapat menjadi tukang cuci dan setrika baju di dua rumah tangga. .
"Bayarnya secara harian, kalau dapat Rp 50.000, langsung
saya belikan beras 3 kg," tutur Yusni yang belum lama sempat mendapat
serangan stroke ringan karena hipertensi dan gula.
Putri, yang semasa SMP memiliki rangking 1-3, membantu dengan
memberi les privat untuk 2 anak SD. Seminggu ia bisa mendapat honor Rp 50.000.
Uang itu digunakan untuk keperluannya sebagai remaja Puteri, sebagian ditabung.
Sehari-hari Puteri juga ikut membantu ibunya membuat kue. Juga mengantar dan
mengambil uang kue dari kedai yang dititipi.
Saat dotanya cita-citanya, lugas Putri menjawab: "Saya
ingun jadi dokter, biar bisa mmenolong orang sakang kelak."
Sedang Wahyudi, abang Putri, menurut Yusni bercita-cita ingin
jadi polisi. Sayang ijazah SMA Wahyudi hilang terseret air banjir. Yusni
sendiri srbenarnya ingin anak laki-lakinya bisa kuliah, jadi sarjana, baru cari
pekerjaan.
"Memang mamak punya biaya untuk kuliah saya?"
Jika ditanya begini, Yusni terdiam. Ibarat pencatur terkena skakmat.
Namun ia masih tetap menyimpan asa bahwa putranya suatu saat bisa berkuliah.
Dari Koordinator Program Anak Asuh, Sahayu Surbakti, selintas ia pernah
mendengar bahwa dr. Sofyan Tan memiliki program beasiswa. Ia ingin tahun 2022
putranya ikut mendaftar proses seleksi masuk PTN atau PTS, meski ia masih dipusingkan dengan ijazah SMA putranya yang hilang tak
berbekas gegara banjir bandang itu. Begitilah cara Yusni, orangtua tunggal
dalam meniti dan mernata asa untuk kehidupan anak-anaknya. (Ja).
Posting Komentar
Bagaimana tanggapanmu ?.. yuk tulis disini...