Pendidikan : Jembatan Memajukan Kebudayaan


Pada dasarnya pengertian pendidikan (UU SISDIKNAS No.20 tahun 2003) adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran, agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat.

Hal ini didasarkan pada fakta bahwa bangsa Indonesia adalah “bangsa yang besar” seperti yang sering kita dengan dan kita dengungkan dalam berbagai kesempatan. Fakta tersebut memang berdasarkan pada kenyataan, bahwa Indonesia adalah negara berpenduduk terbesar ke-lima didunia (setelah Cina, India, Rusia, Amerika Serikat)  dan sejak tahun 1999 kita telah diklaim sebagai negara demokratis terbesar ketiga sesudah India dan Amerika Serikat.

Selain itu, Indonesia adalah negara yang memiliki sangat banyak kebudayaan. Bukan hanya kebudayaan dari daerah sendiri tapi kebudayaan juga timbul dalam diri sendiri. Indonesia juga melahirkan kebudayaan antara suasana toleransi dan salingmenghargai antar umat beragama sangat tinggi. Di Indonesia  memiliki enam agama yaitu, Islam, Kristen, Khatolik, Budha, Hindu dan Konghucu dan memiliki  1.340 suku bangsa menurut sensus BPS tahun 2010.

Disamping melalui pendidikan formal oleh institusi pendidikan, pembangunan sumber daya manusia juga dapat dilaksanakan secara non formal. Disinilah peran pembinaan kesadaran bela negara kepada setiap warga juga menjadi semakin penting dilakukan melalui berbagai upaya internalisasi guna membangun karakter dan perkuatan jati diri bangsa, sehingga mampu mengaplikasikan nilai-nilai bela negara ke semua aspek kehidupan dan mampu juga memajukan kebudayaan. Pasal 31 Ayat 1 hasil amandemen “Setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan.”

Menurut penulis pasal ini merupakan hasil refleksi dan evaluasi dari pelaksanaan pendidikan di Indonesia yang sebelumnya berorientasi pada aspek kognitif dengan mengabaikan aspek afektif dan spikomotor.Tentu pendidikan di Indonesia belum tergolong dengan kata kuat. Aspek ini didasari pada fakta yang ada di Indonesia seperti Kata “pengajaran” dalam pasal 31 ayat 1 sebelum diamandemen rupanya telah mempengaruhi paradigma, sikap, dan tindakan guru dalam mengajar. Guru lebih menekankan pada aspek kognitif dan mengabaikan aspek afektif yang berisi sikap, minat, apresiasi dan sistem nilai. Guru hanya mengembangkan kemampuan otak kanan yang berpikir linier dan kurang mengembangkan kemampuan otak kiri.

Pengabaian aspek afektif ini sangat merugikan siswa secara individual maupun masyarakat secara keseluruhan. Akibatnya peserta didik banyak mengetahui pengetahuan baik itu moral, fisika, ekonomi, maupun matematika namun mereka kurang memiliki sikap dan sistem nilai secara positif terhadap apa yang mereka ketahui, sehingga mereka tidak mempraktikannya dalam kehidupan sehari-hari. Kurang dikembangkannya aspek afektif karena aspek afektif masih sulit digarap secara operasional, baik dalam merumuskan tujuan maupun dalam melakukan evaluasinya pada hal aspek afektif ini sangat berpengaruh terhadap perilaku seseorang, jika seseorang telah memiliki afektif terhadap sesuatu hal maka resiko apapun akan di tempuh.

Hal ini salah satu yang membuat sistem pendidikan di Indonesia menjadi terperosok lemah, sehingga dalam hal menuju memajukan kebudayaan Indonesia juga masih sangat minim. Pendidika dan kebudayaan saling berikatan. Yaitu dikatakan hal penempatan dalam pasal saja, kebudayaan harus pindah 3 kali. Dari semula berada pada pasal 34 bergeser ke pasal 33,  dan akhirnya bergeser lagi menjadi pasal 32 berdampingan dengan pasal 31 tentang pendidikan.

Rumusan kalimatnya amat singkat, yaitu: “Pemerintah memajukan kebudayaan nasional Indonesia.” Menyadari betapa singkatnya kalimat pasal 32, para pendiri bangsa melengkapinya dengan tiga kalimat sebagai penjelasan. Dengan adanya penjelasan itu berbagai pertanyaan mendasar dapat terjawab. Pertanyaan mendasar itu sebagai berikut: Ke mana arah yang akan dituju dalam memajukan kebudayaan bangsa?

Sebagai bangsa yang baru lahir jawaban atas pertanyaan itu penting agar bangsa itu tidak salah langkah. Jawaban pertanyaan tersebut, ke mana arah yang akan dituju dalam memajukan kebudayaan terdapat pada frasa yang berbunyi: “Usaha kebudayaan harus menuju ke arah kemajuan adab, budaya dan persatuan…” Amat jelas, ke mana arah yang harus dituju dalam memajukan peradaban bangsa Indonesia di tengah-tengah peradaban dunia, dan ke mana arah memajukan Persatuan Bangsa yang Multietnik dan Multikultur. Sehingga dalam berteman atau pun bersosialisasi tidak memandang apakah itu agamanya, suku, ras dan etnis.

Karena pada hakikatnya tetap saja satu tujuan yang akan dicapai. Oleh karena itu,Pendidikan merupakan jembatan untuk memajukan Kebudayaan yang positif. Semakin kuat Pendidikan semakin maju kebudayaan yang ada sehingga Kebudayaan lain tidak akan mempengaruhi Kebudayaan yang ada.(Oleh Sri Agustina, Siswa SMA Sultan Iskandar Muda Medan)

Posting Komentar

Bagaimana tanggapanmu ?.. yuk tulis disini...

Copyright © Yayasan Perguruan Sultan Iskandar Muda (YPSIM).
Designed by ODDTHEMES Shared By Way Templates